Jean Piaget adalah seseorang yang ‘mengabdikan’
dirinya untuk menguak tabir perkembangan kognitif dari bayi. Ia adalah orang
yang intens dan konsisten dalam mencari, menemukan, dan mengembangkan berbagai
teori tentang anak; mulai dari kognitif, perkembangan bahasa, bahkan pada
perkembangan kepribadian. Dan untuk semua ini, ia bahkan menjadikan
anak-anaknya (Laurent, Lucienne, dan Jacqueline) sebagai ‘kelinci percobaan’
yang pada akhirnya menghasilkan sebuah teori tentang psikologi perkembangan.
Piaget juga mempunyai pendapat yang besar dalam bidang
psikologi pendidikan, karena ia adalah orang yang percaya bahwa perkembangan
kognitif seorang anak juga sesuai dengan pertambahan umur, sehingga seorang
pendidik harus menyesuaikan pembelajaran dan pendidikannya sesuai dengan
perkembangan kognitif seorang anak.
Maka, sebagai konsekuensi logisnya adalah, bahwa menjadi
sebuah ‘kewajiban’, apalagi bagi mereka yang ingin intens dalam psikologi
perkembangan, untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang teori yang
dihasilkan oleh Piaget, karena hal itu menjadi pegangan awal yang sangat
diperlukan dalam memahami teori perkembangan selanjutnya. Teori Piaget bisa
dibilang sangat autentik karena berdasarkan penelitian terhadap anak-anaknya
sendiri. Sehingga lahirlah beberapa teori tentang perkembangan anak; sebut saja
seperti, empat tahap perkembangan bayi, dan perkembangan kognitif bayi yang
terdiri dari enam konsep; skema,
asimilasi, akomodasi, organisasi, ekuilibrum, dan ekuilibrasi. Hadirnya
beberapa teori itu, selain memudahkan bagi yang mau mempelajarinya, juga seakan
layar proyektor besar yang mudah dipahami.
Selain itu, sebagaimana kajian psikologi lainnya dengan ciri
khasnya, ilmiah kontemporer yang lahirnya di barat, tentu saja akan ada
perbedaan (sekaligus persamaan) jika dihadapkan pada dunia islam. Berbeda
karena tentu saja sosio-kultural yang terjadi di dunia barat tidak sesuai jika
dihadapkan pada problematika yang dihadapi umat islam. Maka, sangat menarik
kiranya jika hal itu kemudian di tarik dalam ranah paradigma keislaman.
Hal seperti itu dilakukan, pada dasarnya bukan untuk
mengklaim siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi hanya sebagai bahan
perbandingan yang pada akhirnya memberikan pilihan-pilihan bagi pembaca untuk
menentukan sendiri bagaimana seharusnya dan semestinya.
Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget
Teori piaget adalah teori umum yang menyatukan bagaimana
biologi dan pengalaman membentuk perkembangan kognitif. Menurut piaget, sama seperti tubuh fisik kita
yang memiliki struktur yang memungkinkan kita untuk beradaptasi dengan dunia,
kita membangun struktur mental yang membantu kita untuk beradaptasi dengan
dunia. Adaptasi melibatkan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan baru.
Piaget juga menekankan bahwa anak – anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka sendiri, informasi tidak sekedar
tertuang ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Ia mencoba untuk menemukan
bagaimana anak – anak pada titik berbeda dalam perkembangan mental mereka
memikirkan tentang dunia dan bagaimana perubahan – perubahan sistematis dalam
pikiran mereka terjadi.
Piaget mengembangkan beberapa konsep proses yang digunakan
anak – anak saat membangun pengetahuan mereka tentang dunia. Dalam pandangan
Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian; terutama yang terpenting adalah skema,
asimilasi, akomodasi, organisasi, ekuilibrium, dan ekuilibrasi.
Skema adalah tindakan atau representasi mental yang
mengorganisasi pengetahuan. Skema perilaku (aktivitas fisik) membedakan masa
bayi dan perkembangan skema mental (aktivita kognitif ) pada masa kanak –
kanak. Sebuah skema bayi terstruktur
oleh tindakan – tindakan sederhana yang dapat dilakukan terhadap sebuah
objek, seperti mengisap, melihat dan menggenggam. Anak – anak yang lebih tua
memiliki skema yang meliputi strategi dan rencana untuk memecahkan masalah.
Asimilasi adalah proses yang terjadi ketika anak – anak melakukan
tindakan terhadap lingkungan sesuai dengan struktur pikiran yang sudah ada pada
saat itu.
Akomodasi, terjadi ketika anak – anak menyesuaikan diri dengan skema
mereka untuk mempertimbangkan informasi dan pengalaman baru.
Asimilisai dan akomodasi termasuk dalam mekanisme
perkembangan yang bersifat adaptasi kognitif. Sebagai contoh singkat tentang
dua istilah ini adalah;
Pada saat anak berusia 1 – 3 tahun (usia toddler). Orang tua
mungkin pernah mengenalkan anaknya tentang sebuah istilah, yaitu mobil. Pada
proses selanjutnya, seorang anak mungkin menganggap bahwa semua kendaraan yang
bergerak di jalan sebagai mobil, termasuk truk dan sepeda motor; maka anak itu
sudah mengasimilasi objek-objek tersebut ke dalam skemanya. Akan tetapi anak
tersebut segera belajar bahwa sepeda motor dan truk bukanlah mobil dan
menyelaraskan kategori untuk mengecualikan keduanya, sehingga mengakomodasi
skema tersebut.
· Organisasi adalah pengelompokan
perilaku dan pemikiran yang terisolasi ke dalam system tatanan yang lebih
tinggi. Anak-anak secara kognitif mengatur dan mengorganisasikan
pengalaman-pengalaman mereka secara terus menerus.
· Disekuilibrium, ekuilibrum, dan
Ekuilibrasi,
Secara
sederhana, disekuilibrum bisa diartikan sebagai konflik kognitif. Hal ini
terjadi karena perkembangan dan pertambahan pengetahuan yang berlangsung secara
terus menerus akan menghasilkan sesuatu yang berbeda dengan skema yang sudah
dibangun sebelumnya. Sebagai contoh; jika seorang anak yakin bahwa menuangkan
air dari sebuah wadah pendek yang lebar ke dalam wadah sempit yang tinggi
mengubah jumlah air, maka seorang anak mungkin ragu apakah air itu masih dengan
kapasitas yang sama atau malah bertambah?. Maka, ekuilibrium adalah proses yang
menghasilkan motivasi untuk sebuah perubahan kognitif sehingga menghasilkan
cara berpikir yang baru (ekuilibrium).
Sedangkan
ekuilibrasi adalah mekanisme ketika anak-anak bergerak dari satu tahap
pemikiran ke tahap pemikiran berikutnya. Sedangkan hasil dari proses ini,
menurut Piaget, bahwa individu melewati empat tahap perkembangan.
Tahap
Perkembangan Pada Anak
Piaget mengatakan bahwa kita
melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing
tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut:
1. Tahap Sensoris – motorik (sensorimotor
stage)
Tahap
sensoris – motoric berlangsung sejak lahir hingga sekitar usia 2 tahun. Pada
tahap ini, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia dengan menggunakan
sensoris (seperti melihat dan mendengar ) melalui gerakan dan tindakan –
tindakan.
Piaget membagi tahap sensoris –
motorik menjadi enam subtahap, yaitu :
a.
Reflex
sederhana (simple reflex) – (lahir – 1 bulan )
Dalam
subtahap ini bayi baru lahir mulai berlatih mengendalikan reflek – reflek yang
mereka bawa sejak lahir, melibatkan diri dalam tingkah laku walaupun stimulus
normalnya tidak hadir, seperti rooting (memalingkan muka bila pipinya
disentuh), mengisap ketika bibir mereka disentuh , dan menggenggam. Pada bualan
– bulan pertama kehidupan, bayi mengambil tindakan dan secara aktif
menstrukturkan pengalaman.
b.
Kebiasaan
pertama dan reaksi sirkular primer (first habit and primary circular
reaction)
Subtahap
yang berkembang antara usia 1 hingga 4 bulan. Dalam sub tahap ini bayi
mengoordinasikan sensasi dan dua jenis skema, yaitu kebiasaan dan reaksi
sirkural primer. Kebiasaan merupakan skema yang berdasarkan sebuah reflek yang telah menjadi benar –
benar terpisah dari stimulus yang menimbulkannya. Misalnya, bayi pada tahap 1
mengisap ketika ditaruh dimulut atau ketika melihat botol. bayi pada subtahap
ini dapat mengisap bahkan ketika tidak ada botol. Reaksi sirkular primer adalah
skema yang berdasarkan pada upaya untuk mengulang sebuah peristiwa yang pertama
terjadi secara kebetulan.Sementara untuk reaksi sirkular primer adalah skema
yang berdasarkan pada upaya untuk mengulang peristiwa yang awalnya terjadi
secara kebetulan. Seperti; bayi yang tidak sengaja menghisap jari-jarinya.
c.
Reaksi
sirkular sekunder (secondary circular reaction)
Subtahap
sensoris – motorik yang berkembang antara usia 4 dan 8 bulan. Pada sub tahap
ini bayi menjadi lebih berorientasi terhadap objek, bergerak diluar kesibukan
dengan diri sendiri, mengulangi tindakan yang bawa hasil yang menarik atau
menyenangkan, berbagai tindakan disengaja namun belum bertujuan. Contoh, bayi
berbisik untuk membuat sesorang tetap
dekat, saat orang – orang beranjak pergi, bayi berbisik lagi. Bisa juga bayi
mengeluarkan gumaman-gumaman kecil.
d. Koordinasi
reaksi sirkular sekunder (coordination of secondary circular reaction)
Subtahap
sensoris – motoric yang berkembang antara usia 8 – 12 bulan. Pada subtahap ini
bayi harus mengoordinasikan penglihatan dan sentuhan, tangan dan mata. Tindakan
lebih diarahkan keluar. Artinya tindakan itu diarahkan untuk lebih merasakan
apa yang dilihat dan terjadi disekitarnya. Mungkin bayi mulai suka bermain
kerincing dan sekaligus menyentuhnya.
e.
Reaksi
sirkular tersier, kebaruan, dan rasa ingin tahu (tertiary circular reaction,
novelty and couriosity.
Subtahap
sensoris – motorik yang berkembang antara usia 12 hingga 18 bulan. Dalam
subtahap ini, bayi menjadi tertarik oleh banyak objek dan banyak hal yang dapat
mereka lakukan terhadap objek. Dan Piaget mengatakan bahwa pada subtahap ini
menandai titik awal rasa ingin tahu manusia dan dan minat dalam kebaruan.
f.
Internalisasi
skema (internalization of scheme)
Subtahap
sensoris – motorik yang terakhir berkembang antara usia 18 hingga 24 bulan.
Dalam sub tahap ini, bayi mengembagkan kemampuan untuk menggunakan simbol –
simbol primitif. Bagi Piaget symbol adalah gambar sensoris yang
diinternalisasikan atau kata–kata yang mewakili suatu peristiwa. Symbol
memungkin bayi untuk berpikir tentang peristiwa nyata. Selain itu symbol
memungkinkan bayi untuk memanipulasi dan mengubah peristiwa dalam cara – cara
sederhana. Seperti ketika bayi melihat korek api yang dibuka dan ditutup, ia
juga menirukan dengan membuka dan menutup mulutnya.
2. Tahap
praoperasional (preoperational stage)
Terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua
Piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme
adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan
perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi
dirinya.
Animisme adalah keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak
memiliki kualiatas semacam kehidupan dan dapat bertindak. Seperti sorang anak
yang mengatakan, “Pohon itu bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya
jatuh.” Sedangkan Intuitif adalah anak-anak mulai menggunakan penalaran
primitif dan ingin mengetahui jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Mereka
mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran
rasional. Seperti mereka beranggapan bahwa kapal dan bulan hanyalah benda kecil
yang terbang di langit.
- Tahap operasional konkrit (concrete operational stage)
Berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap
ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan
pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh
yang spesifik atau konkrit.
Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat
berpikir secara sistematis
untuk .mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Misalnya, anak sering kali menjadi frustrasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu.
untuk .mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Misalnya, anak sering kali menjadi frustrasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu.
- Tahap operasional formal (formal operational stage)
Yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap
keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia
nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih
logis.
Sebagai pemikiran yang abstrak, remaja mengembangkan
gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orang tua
yang ideal dan membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal yang mereka
miliki. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan
terkagum-kagum terhadap apa yang mereka lakukan.
Tahap
ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan
cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategor baik yang abstrak maupun
yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapet memikirkan buah pikirannya, dapat
membentuk ide-ide,berpikir tentang masa depan secara realistis.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah
ke ketahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak
bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena
tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja
seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari pada anak yang
lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.
Perkembangan Anak Menurut Islam
Karena perbedaan paradigm yang digunakan, yaitu antara
ilmiah kontemporer dengan ilmiah qur’ani, maka konsep yang dimiliki oleh islam
tentang anak dan perkembangannya tidak seratus persen sama dengan teori yang
ada sekarang. Kenapa? Tentu saja hal ini berkaitan dengan konsep metafisik dan
metaempirik yang tidak digunakan dalam ilmiah kontemporer. Pandangan seperti
inilah yang kemudia melahirkan psikologi islam, yaitu sebuah ‘madzhab’ baru
yang berusaha memberikan jawaban secara islami atas permasalahan yang dihadapi
oleh umat islam dan tidak ditemukan dalam psikologi barat.
Dalam konsep barat, hanya dikenal dari pranatal sampai
kematian. Tapi dalam islam tidak seperti itu. Ada fase sebelum pra natal, yakni
pra konsepsi. Fase ini adalah fase yang erat kaitannya dengan pernikahan. Di
barat tentu saja menikah bukanlah hal yang penting untuk di bahas karena mereka
tidak mempercayai adanya hubungan antara menikah dengan anak yang akan
dilahirkan. Tapi dalam islam, tidaklah seperti itu. Menikah dan tidak,
dipercayai oleh umat islam akan mempengaruhi proses pembentukan anak yang akan
dilahirkan.
Sederhananya mungkin begini; antara anak yang dilahirkan
melalui proses pernikahan (dengan konsep mencari pasangan yang islami), anak
yang dilahirkan karena hamil sebelum menikah, dan anak hasil perzinahan, bagi
orang barat bukanlah sesuatu yang penting. Tapi dalam islam, itu akan
mempengaruhi ‘kesucian’ dari anak tersebut, meski setiap anak yang lahir pasti
dalam kondisi fitrah. Hanya saja, kita tahu bahwa air jernih dalam botol, akan
tercemar dan terlihat kotor jika botol yang menjadi tempatnya juga kotor.
Semenjak zaman dahulu, semenjak manusia membesarkan anak
keturunannya, telah dipersoalkan tentang bagaimana cara-cara mendidik anak
bahkan semenjak dalam kandungan pun bayi telah didik oleh ibunya melalui hal
apa yang biasa dilakukan oleh ibunya. Bahkan dalam sebuah penelitian bayi yang
ada di dalam kandungan jika dibacakan ayat Al-Qur’an, bayi tersebut akan
bergerak menuju posisi sujud. Jika diambil pelajaran semenjak dalam kandungan
pun kita sudah sujud kepada yang kuasa yaitu kepada Allah SWT.
Tidak hanya itu, dalam islam proses perkembangan kognitif
seorang anak harus berjalan sesuci mungkin dan dimulai sejak sebelum lahir. Dan
bahkan bisa jadi, itu sanat menentukan perkembangan pada tahap selanjutnya.
Banyak realita yang membuktikan akan hal ini. Imam Syafi’ie, dan banyak imam
lainnya, yang mampu menghafalkan al-Quran pada usia dini. Bahkan tidak hanya
itu, ada anak yang bahkan sudah menjadi seorang professor karena bukan hanya
hafal al-Quran pada usia dini, tapi bahkan mampu menafsirkannya dan menggunakan
dalam kesehariannya.
Hanya saja harus kita akui, bahwa pembahasan tentang
perkembangan bayi dalam islam tidaklah sekomplit pembahasan orang-orang barat
yang merinci dengan sedetail-detailnya seperti yang ada saat ini. Konsep-konsep
tersebut tentu saja tidak ditolak oleh islam, selama tidak bertentang dengan
agama dan konsep moral yang diyakini. Tapi hadirnya konsep islam mampu
memberikan penjelasan yang diperlukan untuk menjawab problematika yang tidak
ditemukan di psikologi barat, dimana metafisik dan agama dihilangkan.
Bayi dalam islam, mulai dikenalkan dengan hal-hal yang
berbau islam sejak masih dalam kandungan. Bahkan saat prenatal, seorang ibu
biasanya menggendong bayi sembari bershalawat dan mengenalkan dengan
kalimat-kalimat tauhid. Ketika umur bertambah, orang tua mulai mengajari
anaknya mengaji yang disesuaikan dengan perkembangan otak dan usianya. Setelah
itu mulai diajari untuk shalat dan lain-lainnya, hingga sampai pada masa akil
baligh (dimana seseorang sudah dianggap dewasa dan diwajibkan untuk
melaksanakan kewajiban dalam islam).
Kesimpulan
Bagaimanapun, teori yang dihasilkan oleh Piaget membantu
memberikan pengetahuan kepada semua tentang mekanisme perkembangan anak, yang
kemudian dibaginya ke dalam empat tahap yang mempunyai tugas dan proses
masing-masing; 1. Tahap Sensoris – motorik (sensorimotor stage). Tahap
ini masih dibagi ke dalam enam fase yang sifatnya berkelanjutan; Reflex
sederhana (simple reflex), Kebiasaan pertama dan reaksi sirkular primer (first
habit and primary circular reaction), Reaksi sirkular sekunder (secondary
circular reaction), Koordinasi reaksi sirkular sekunder (coordination of
secondary circular reaction), Reaksi sirkular tersier, kebaruan, dan rasa
ingin tahu (tertiary circular reaction, novelty and couriosity),
Internalisasi skema (internalization of scheme). 2. Tahap
praoperasional (preoperational stage). 3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage). 4. Tahap operasional formal (formal
operational stage). Selain itu ada juga beberapa hal yang berkaitan
dengan perkembangan kognisi seorang anak yang terdiri dari enam hal; skema,
asimilasi, akomodasi, organisasi, ekuilibrum, dan ekuilibrasi.
Lalu bagaimana dengan perkembangan anak dalam islam? Harus
diakui bahwa tidak ada teori yang secara spesifik dan detail membahas hal
tersebut seperti yang ditemukan oleh ilmuwan barat dengan paradigma ilmiah
kontemporernya, tapi konsep mengenai perkembangan secara islam dibahas secara
umum dengan konsep islami, yakni yang berkaitan dengan proses pra konsepsi –
prenatal – neonatal, dan perkembangan selanjutnya. Karena dalam islam,
perkembangan kognitif dalam islam, terkadang dipengaruhi oleh hal-hal yang metafisik
dan metaempirik.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J. W. Children, 11th
ed. Diterjemahkan oleh Verawaty Pakpahan dengan judul, Masa Perkembangan
Anak. Jakarta; Salemba Humanika. 2011
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi
Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Edisi kelima
Sujanto,
Agus. Psikologi Perkembangan. Rineka Cipta: Surabaya. 1996
Kartono, Kartini. Psikilogi Anak. Mandar Maju: Bandung. 2007
Kartono, Kartini. Psikilogi Anak. Mandar Maju: Bandung. 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar